Pengenalan Ordo Coleoptera
ACARA
1
PENGENALAN
SPECIES PENTING HAMA PASCAPANEN KELOMPOK ORDO COLEOPTERA
I.
TUJUAN
1. Mengenal
cemiri morfologi dan biologi species penting serangga hama pascapanen yang
termasuk kelompok berbagai family dari ordo Coleoptera
2. Mengenal
kerusakan komoditas yang ditimbulkan oleh serangan hama pascapanen
II. TINJAUAN PUSTAKA
Hama
dalam arti luas adalah
semua bentuk gangguan
baik pada manusia, ternak
dan tanaman. Pengertian
hama dalam arti
sempit yang berkaitan dengan
kegiatan budidaya tanaman
adalah semua hewan
yang merusak tanaman atau
hasilnya yang mana
aktivitas hidupnya ini
dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomis. Adanya suatu
hewan dalam satu pertanaman sebelum
menimbulkan kerugian secara
ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama. Namun demikian potensi mereka sebagai hama
nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan
(monitoring). Secara garis besar hewan
yang dapat menjadi hama
dapat dari jenis serangga,
moluska, tungau, tikus, burung,
atau mamalia besar.
Mungkin di suatu daerah hewan tersebut menjadi hama,
namun di daerah lain belum tentu menjadi hama (Dadang, 2006).
Dalam system produksi, distribusi, dan penggunaan
suatu hasil pertanian ada tiga periode, yakni prapanen, panen, dan pascapanen.
Prapanen adalah periode sejak tanam sampai menjelang panen. Panen adalah saat
pemungutan hasil, yaitu proses pengambilan bagian komoditas yang dapat
dikonsumsi atau digunakan dari media produksi. Pascapanen adalah periode
setelah panen sampai komoditas hasil panen tersebut siap dikonsumsi atau dimanfaatkan,
tetapi tidak termasuk proses memasak sampai makan (Wagiman, 2015).
Komoditas dalam pengertian ekonomi adalah barang
dagangan. Komoditas pascapanen bervariasi, tegantung jenis tanaman yang
dibudidayakan. Komoditas tersebut dapat berupa hasil pertanian yang masih asli
maupun yang sudah dalam bentuk olahan. Contohnya adalah gabah (grain), serta olahannya beras atau
tepung beras (grain products)
(Wagiman, 2015).
Menurut Manueke (1993) Kerusakan pada bahan
pascapanen atau bahan simpanan sangat berarti dan mempunyai nilai penting dalam
arti ekonomi karena: (1) bahan tersebut siap dikonsumsi, (2) menghabiskan biaya
yang cukup banyak yaitu mulai dari pembenihan, pengolahan tanah, penanaman,
pemeliharaan dan panen. Jadi, kerusakan yang sedikit pada bahan pascapanen
sudah merupakan kerugian yang besar dibandingkan dengan serangan organisme
pengganggu pada tanaman dipertanaman. Serangan hama pada saat penyimpanan dapat
menimbulkan kerusakan kualitas dan menurunkan bahan. Keberhasilan pengendalian
hama pascapanen dalam penyimpanan/gudang sangat ditunjang oleh pengetahuan
tentang hubungan antara faktor luar dengan hama itu sendiri. Pengetahuan yang
dimaksud adalah ekologi. Studi ekologi dilakukan pada kondisi yang mirip dengan
tempat penyimpanan untuk mengetahui habitat hidupnya dan tindakan yang tepat
untuk pengendalian, sehingga dapat diperoleh lebih banyak gambaran tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi dan kelimpahan hama pada kondisi
nyata (Ditjenbun, 2013).
Serangga yang paling banyak anggota-anggotanya
sebagai hama pascapanen adalah dari ordo Coleoptera, ordo Lepidoptera, ordo
Hymenoptera, dan ordo Hemiptera. Dari keempat ordo serangga tersebut Ordo
Coleoptera adalah kelompok serangga yang terbanyak memiliki anggota-anggotanya
sebagai hama pascapanen (Munro, 1986). Namun, serangga yang banyak merusak
hasil pertanian terutama dari jenis kumbang Coleoptera. Bentuk serangga dewasa
umumnya mempunyai sayap dan berkebang biak dengan cara bertelur. Siklus
hidupnya melampaui beberapa fase kehidupan mulai dari telur, ulat (larva),
kepompong (pupa) dan selanjutnya menjadi serangga dewasa. Kumbang dewasa dan
bentuk ulatnya sangat aktif merusak bahan simpan (Heri dkk, 1995).
Hama gudang mempunyai sifat yang khusus yang
berlainan dengan hama-hama yang menyerang dilapangan, hal ini sangat berkaitan
dengan ruang lingkup hidupnya yang terbatas yang tentunya memberikan pengaruh
faktor luar yang terbatas pula. Walaupun hama gudang (produk dalam simpanan)
ini hidupnya dalam ruang lingkup yang terbatas, karena ternyata tidak sedikit
pula Janis dan spesiesnya, yang masing-masing memiliki sifat sendiri,
klasifikasi atau penggolongan hama yang menyerang produk dalam gudang untuk
lebih mengenalnya dan lebih mudah mempelajarinya telah dilakukan oleh para ahli
taxonomi (Rentikol, 2008). Yang dimaksud dengan klasifikasi atau penggolongan
ialah pengaturan individu dalam kelompok, penyusunan kelompok dalam suatu
sistem, data individu dan kelompok menentukan hama itu dalam sistem tersebut.
Letak hama hama dalam sistem sudah memperlihatkan sifatnya. Umumnya hama gudang
yang sering dijumpai adalah dari golongan Coleoptera, misalnya Tribolium castaneum, Sitophilus oryzae,
Callocobruchus sp., dan sebagainya (Borror, 2009).
III.
METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Pascapanen
Acara 1 berjudul “Pengenalan Species Penting Hama Pasca Panen Kelompok Ordo
Coleoptera” dilaksanakan pada tanggal 21 February 2017 di Sub Laboratorium
Pengendalian Hayati, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun alat dan bahan yang
digunakan pada acara ini adalah berbagai jenis serangga hama yang termasuk
dalam family: (1) Anoblidae; (2) Anthribidae; (3) Bostrichidae; (4) Bruchidae;
(5) Carabidae; (6) Curculionidae; (7) Dermestidae; (8) Nitidulidae; (9)
Scolytidae; (10) Silvanidae: (11) Tenebrionidae; (12) Trogossitidae, berbagai
komoditas yang terserang serangga hama pascapanen, dan kaca pembesar atau
mikroskop binokuler perbesaran 10,16,32,40x.
Cara kerja pada acara ini adalah dilakukan
pengamatan secara visual pada spesimen yang telah disediakan. Kemudian diamati
secara umum dengan mata telanjang dan dicatat informasi umum mengenai specimen
tersebut.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.
Tenebriodes mauritanicus
Ordo : Coleoptera
Famili : Trogossitidae
Inang : Kacang hijau, kedelai
a. Morfologi
Tubuh imago pipih,
panjangnya 5 – 11 mm, berwarna hitam, pada bagian dorso-ventral rata dan licin.
Bubuk imago mempunyai bentuk yang khas pada bagian mesotoraks mengecil sehingga
bentuknya seperti terdapat “leher” nya. Telurnya silindris, agak panjang,
sekitar 3 mm, berwarna putih keruh. Larva berwarna kelabu keputih-putihan
dengan kepala dan ujung abdomen yang berwarna hitam. Panjang larva dapat
mencapai 15 mm. bentuk larva menyerupai ‘gada’ pada bagian kepala kecil dan ke
arah ujung abdomen semakin besar, ujung abdomen mengeras berbentuk seperti
‘tanduk’. Pupa berwarna kekuning-kuningan, bertipe bebas, dan panjangnya
sekitar 9 – 11 mm (Wagiman, 2015).
b. Biologi
Kumbang betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 1000 butir. Telur tersebut biasanya diletakkan
secara berkelompok pada permukaan bahan. Larva menggerek bahan seperti
induknya. Di luar negeri, larva hama ini dikenal sebagai ‘the flour worm’ (ulat tepung). Panjang larva dewasa kira-kira dua
kali panjang kumbang dewasa. Pada jagung, seekor larva biasanya cukup dengan
makan 1 butir jagung. Dalam beberapa observasi, penulis mendapatkan bahwa dalam
butiran jagung yang berisi seekor kepompong kumbang tersebut tidak dapat lobang
yang cukup lebar untuk lewat larva yang agak besar. Mungkin induk kumbnag
tersebut meletakkan telur pada permukaan butiran dekat lembaganya. Setelah
telur menetas, larva terus masuk ke dalam butiran dan menggerek hampir seluruh
endospermanya. Periode larva berlangsung antara 2-14 bulan, tergantung pada
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kumbnag dewasa sendiri dalam
keadaan kekurangan makanan biasanya bersembunyi dalam wadah bahan simpanan.
Demikian pula larvanya, dalam keadaan kurang makanan pada umumnya bertahan dan
membuat liang (rongga) dalam celah-celah kayu atau wadah sebagai tempat
berkepompong. Dalam keadaan cukup makanan, kumbang dewasa dapat hidup selama
dua tahun (Mangoendihardjo, 1984).
c. Gejala
Kerusakan
Imago betina meletakkan
telur pada permukaan butiran lembaga. Setelah menetas, larva masuk dengan cara
melubangi biji dan menggerek hamper seluruh biji. Larva akan menjadi pupa di
dalam biji. Ketika berhadapan dengan larva serangga lain, imago akan memakan
larva tersebut yang ditemukan di biji yang sama. Imago menghindari cahaya,
mereka akan bersembunyi di celah-celah wadah penyimpanan atau kemasan kardus.
Imago akan melubangi wadah penyimpanan atau kemasan kardus yang dapat
menciptakan kerusakan yang signifikan (Bond et
al, 1961).
2.
Tribolium confusum
Ordo : Coleoptera
Famili : Tenebrionidae
Inang : Padi, Jagung
a. Morfologi
T.
confusum sangat mirip dengan T. castaneum sehingga sulit dibedakan. Oleh karena itu T. confusum disebut kumbang tepung merah
palsu (confused flour beetle). Ciri
pembeda kedua spesies adalah: (1) sayap belakang T. confusum tidak berkembang sempurna sehingga tidak mampu terbang,
sedangkan T. castaneum merupakan
penerbang ulung karena sayap berkembang sempurna; (2) antena, antena T. confusum membesar secara berurutan
kearah ujung, sedangkan antena T.
castaneum tiba-tiba membesar; dan (3) imago, imago T. confusum sedikit lebih besar daripada T. castaneum (Syarief dkk, 1993).
b. Biologi
Siklus hidup dan
perkembangbiakan T. confusum sangat
mirip dengan T. castaneum, tetapi
kisaran suhu optimalnya sedikit lebih rendah, berkisar antara 20 – 37,5°C
dengan rata-rata 32,5°C. Perkembangan telur hingga imago berlangsung 26 hari
dan imago mampu hidup hingga satu tahun. Fekunditas imago mencapai 500 telur,
setelah 3 – 5 hari muncul larva yang akan meluli 5 – 11 instar sebelum menjadi
pupa (tanpa kokon). Larva memakan bagian gabah yang telah rusak. Pada gabah
utuh, larva mengkonsumsi debu padi atau telur dan pupa serangga lain (Syarief
dkk, 1993).
c. Gejala
Kerusakan
Imago dan larva
tergolong hama sekunder, menyebar luas di daerah tropis, segera migrasi apabila
lingkungan tidak sesuai, dan mengkolonisasi lingkungan baru. Pakan berupa debu
padi akibat serangan hama primer. Hama ini tidak mampu merusak gabah yang masih
utuh dan berkadar air 12%. Larva menyukai bagian embrio padi sehingga
menurunkan daya tumbuh benih. Gabah yang dirusak menjadi abu-abu kotor dan
tercampur bekas kulit tubuh dan kotoran. Apabila serangan berlanjut, terjadi
perubahan komposisi kimia gabah sehingga berbau apek dan tidak layak dikonsumsi
(Syarief dkk, 1993).
3.
Tribolium castaneum
Ordo : Coleoptera
Famili : Tenebrionidae
Inang : Padi, Jagung
a. Morfologi
Kumbang berukuran
kecil, panjang tubuh 3 – 4 mm, agak pipih berwarna cokelat kemerahan hingga cokelat
tua mengkilap, dan antena menggada. Larva berwarna putih kekuningan dengan
tonjolan meruncing di ruas abdomen terakhir (urogomphi), sedangkan pupa tidak
terbungkus kokon dan berwarna cokelat (Syarief dkk, 1993).
b. Biologi
T.
castaneum mengalami metamorfosis sempurna dengan perkembangan
telur hingga imago selama 20 hari pada suhu 35°C dan kelembaban udara 75%. Pada
suhu 30°C metamorfosis berlangsung 30 hari, dan 141 hari pada 25°C. kelembaban
udara 30% meningkatkan mortalitas larva, sedangkan kelembaban 10% menyebabkan
larva mati. Imago hidup hingga 18 bulan dan bertelur sebanyak 400 – 450 butir
yang akan menetas dalam tempo 5 – 12 hari (Syarief dkk, 1993).
c. Gejala
Kerusakan
Imago dan larva
tergolong hama sekunder, menyebar luas di daerah tropis, segera migrasi apabila
lingkungan tidak sesuai, dan mengkolonisasi lingkungan baru. Pakan berupa debu
padi akibat serangan hama primer. Hama ini tidak mampu merusak gabah yang masih
utuh dan berkadar air 12%. Larva menyukai bagian embrio padi sehingga
menurunkan daya tumbuh benih. Gabah yang dirusak menjadi abu-abu kotor dan
tercampur bekas kulit tubuh dan kotoran. Apabila serangan berlanjut, terjadi
perubahan komposisi kimia gabah sehingga berbau apek dan tidak layak dikonsumsi
(Syarief dkk, 1993).
4.
Oryzaephylus surrinamensis
Ordo : Coleoptera
Famili : Silvanidae
Inang : Kopra
a. Morfologi
Imago berwarna coklat
tua kemerahan berukuran panjang kira-kira 1-2 mm dan lebar 0,5- 0,6 mm. Tubuh
agak langsing dan pipih, terdapat gerigi sebanyak 6 pasang pada masing-masing
samping prothoraks. Kepala berbentuk menyerupai segitiga, terdapat garis membujur
pada elytra dan prothoraxnya. Antenna yang berbentuk Clavate (Rahman dkk, 2012)
b. Biologi
O.
surrinamensis termasuk serangga holometabola,
perkembangan telur hingga imago berlangsung 20 – 30 hari di daerah tropis dan
75 hari di daerah dingin. Fekunditas seekor betina 50 – 300 telur, telur
diletakkan tersebar di antara butir beras. Larva berukuran besar, hampir dua
kali panjang imagonya, bergerak aktif, dan memakan beras dari dalam. Pupasi
dalam kokon, imago hidup antara 6 – 10 bulan (Suyono dkk, 1991)
c. Gejala
Kerusakan
Imago memakan beras
melalui bagian yang rusak, sedangkan larva memakan dari dalam. Pada kopra dan
buah-buahan yang dikeringkan, larva menggerek daging buah dan meninggalkan
bekas berupa terowongan kecil (Suyono dkk, 1991)
5.
Hypothenemus hampei
Ordo : Coleoptera
Famili : Scolytidae
Inang : Kopi
a. Morfologi
Hama PBKo H.
hampei perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan tahapan
telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina lebih
besar dari kumbang jantan. Panjang kumbang betina lebih kurang 1,7 mm dan
lebar 0,7 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm dan lebar 0,6-0,7 mm.
Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan diameter lebih
kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian ujung (Kalshoven, 1981).
b. Biologi
Hama PBKo H. hampei perkembangannya dengan
metamorfosa sempurna dengan tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga
dewasa. Kumbang betina lebih besar dari
kumbang jantan. Panjang kumbang betina
lebih kurang 1,7 mm dan lebar 0,7 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm
dan lebar 0,6-0,7 mm. Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan
dengan diameter lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian
ujung. Kemudian kumbang tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya. Telur
menetas 5-9 hari. Stadium larva 10-26 hari dan stadium pupa 4-9 hari. Pada
ketinggian 500 m dpl, serangga membutuhkan waktu 25 hari untuk perkembangannya.
Pada ketinggian 1200 m dpl, untuk perkembangan serangga diperlukan waktu 33
hari . Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari, sedangkan serangga jantan
maksimal 103 hari (Kalshoven, 1981).
c. Gejala
Kerusakan
Pada umumnya H. hampei
menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum
mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya
digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian
tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur.
Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu
kopi karena biji berlubang. Biji kopi
yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya,
terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu
penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh
kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Robio et al., 2008).
6.
Carpophilus sp.
Ordo : Coleoptera
Famili : Nitidulidae
Inang : Padi, Jagung, Keringan Buah
a. Morfologi
Imago berbentuk oval
dengan panjang 2 – 3,5 mm, berwarna cokelat tua hingga hitam, dan sayap
berambut halus. Ciri khas imago adalah sayap depan (elytra) tidak menutupi dua
ruas terakhir abdomen, seakan elytra terpotong, dan tiga ruas pada ujung antena
terlihat jelas membesar. Larva berbulu pendek, kaku, dan jarang. Panjang tubuh
larva hampir dua kali panjang stadia imago. Larva memiliki tiga pasang tungkai
pada bagian toraks, sehingga mampu bergerak aktif (Hoffman, 2000).
b. Biologi
Telur Carpophilus sp. diletakkan satu persatu
pada permukaan buah yang matang (Hinton et
al., 1975). Menurut Ebeling (2002)
pada inang buah ra larva berwarna putih atau kekuningan, pada bagian caput
berwarna kuning kecoklatan dan terdapat tiga pasang tungkai. Menurut Munro (1966), larva Carpophilus sp. bertipe Campodeiform.
Perkembangan larva berlangsung selama 4-14 hari. Pupa Carpophilus sp. bertipe Exarate berbentuk oval, berwarna putih
kekuningan berukuran 3 mm dan perkembangan pupa terjadi selama 5-11 hari. Imago
Carpophilus sp. berbentuk oval,
berukuran 3-4 mm, berwarna hitam mengkilat dan mempunyai spot coklat atau
kuning pada elytra bagian atas. Menurut Mason (2004), imago jantan dan betina
mampu hidup selama lebih dari setahun, namun demikian rerata umur imago adalah
103-146 hari.
c. Gejala
Kerusakan
Carpophilus
sp.
adalah hama utama pada simpanan buah-buah kering meskipun juga menyerang
serealia. C. freeman ini selain merupakan hama penting pada buah-buahan di
lapang dan dalam produk simpanan juga berpotensi dapat menyebarkan bakteri
penyebab kerusakan pada buah karena buah akan membusuk (Mason, 2004).
7.
Lasioderma serricorne
Ordo : Coleoptera
Famili : Anobiridae
Inang : Tembakau
a. Morfologi
Kumbang bubuk tembakau
berukuran kecil, panjang sekitar 2-3 mm dan berwarna coklat kemerahan. Kumbang
dewasa dapat hidup 23-28 hari. L.serricorne berbentuk bulat, oval dan kepala
sering ditutupi pronotum apabila dilihat dari atas. Elytra (sayap depan) ditutupi
oleh bulu-bulu halus. Ketika diganggu kumbang ini sering menarik tungkainya dan
membengkokkan kepalanya. Imago menyukai tempat gelap atau kurang cahaya. L.
serricorne aktif menjelang sore hari dan akan terus aktif sampai malam hari.
Imago tidak makan akan tetapi menghisap cairan saja (Roll, 2009).
b. Biologi
Kumbang L. serricorne meletakkan telurnya secara
tertutup pada bahan (tembakau) simpan. Telur diletakkan satu persatu secara
terpisah pada bahan makanannya. Setelah 4-6 hari telur akan menetas menjadi
larva dan aktif membentuk liang-liang gerek (Kartosapoetra, 1991). Larva yang
sudah tua berwarna putih, tipe scrarabeiform, dan berambut, terdiri dari 4-6
instar. Bentuk larva semakin membesar ke arah ujung (belakang). Terdapat juga
arolium dan melebihi panjang kuku dari setiap tarsusnya (Cabrera, 2001). Menjelang
masa kepompong, larva akan membuat kokon dari sisa-sisa gerekan serta
kotorannya dengan diperkuat air / benang liurnya, bentuk kepompong lonjong.
Fase kepompong berlangsung antara 4-5 hari, tetapi kumbangnya sementara tidak
mau keluar, biasanya sekitar 5 hari (Kartosapoetra, 1991).
c. Gejala
Kerusakan
Kerugian yang banyak di
gudang ditimbulkan oleh kumbang L.
serricorne. Larva dari kumbang ini merusak daun- daun tembakau (membuat
lubang) yang telah kering dan siap untuk dikirim (Zulnayati dkk, 2004).
8.
Araecerus fasciculatus
Ordo : Coleoptera
Famili : Anthribidae
Inang : Biji Kakao, Jagung, Gaplek, Ubi
Jalar
a. Morfologi
A. fasciculatus merupakan
hama primer (utama) yang sangat banyak ditemukan pada biji kakao. A. fasciculatus dikenal
sebagai kumbang penggerek biji kakao. Serangga ini menyerang produk simpanan
yang terdapat diseluruh dunia. Ukuran kecil, kumbang warna coklat gelap, kepala
tersembunyi di bawah pronotum, ujung abdomen terlihat diantara elytra. Panjang
5-6 mm, Larvanya terdapat dalam biji kakao kering. Biji kakao yang terinfestasi
secara umum agak lembap. Larva hidup diterowongan lubang gerekan
dalam kotiledon hingga dewasa. Pupanya terbentuk dekat terowongan
permukaan biji kakao (Ditjenbun, 2013).
b. Biologi
Kumbang betina
meletakkan telurnya pada lubang bekas gerekan dengan ovipositornya, kemudian
ditutup dengan bekas gerekan. Betina bertelur 15-50 butir. Lama waktu penetasan
telur selama ± 9 hari. Bentuk telur ovoid, pucat dan permukaannya berlekuk tak
teratur. Larva berambut, berwarna keputihan, bagian toraks membesar dan panjang
larva antara 5-6 mm. Larva aktif menggerek bahan dan membuat lubang. Periode
larva berlangsung selama 20 hari. Sebelum berkepompong larva membuat rongga
dalam biji dan dilapis dengan sisa gerekan bercampur air liurnya, yang
berfungsi sebagai kokon. Fase kepompong berlangsung ± 5 hari. Kumbang dewasa
akan tinggal dalam biji kakao selama 12 hari. Kumbang ini dapat hidup selama 17
minggu jika makanan cukup (Ditjenbun, 2013).
c. Gejala
Kerusakan
Kumbang-kumbang ini merupakan perusak yang luas dari
persediaan biji kopi dalam rumah penyimpanan (gudang), yang mengakibatkan
kehilangan berat dan mengotori produk/ hasil.
Kerusakan pada pala
yang tidak di kupas hanya terbatas di kulit, pada biji pecah atau yang telah di empukkan oleh pertumbuhan
jamur ; biji pecah lebih di sukai oleh serangga ini. Kerusakan jarang terjadi
sekarang ini , karena adanya metode penanganan modern yang memastikan bahwa produk mengering ‘batu
keras’. Kacang pala kadang-kadang mengapur
untuk melawan terhadap serangan, sehingga kerusakan lebih cepat
di deteksi (Kalshoven, 1981).
9.
Stegobium paniceum
Ordo : Coleoptera
Famili : Anobiidae
Inang : Ketumbar, Jinten
a. Morfologi
Hama ini sekeluarga dan
mirip dengan hama bubuk tembakau (Lasioderma
serricorne (F.)), tetapi berukuran lebih besar dan elitranya tidak halus.
Elitra S. paniceum beralur-alur
membujur (Kalshoven, 1981). Bubuk dewasa berwarna cokelat kemerahan, panjangnya
sekitar 0,1 inci, berbulu pendek, dan antenna membesar pada tiga ruas terakhir.
Larva S. paniceum berukuran sekitar 4
mm dan berambut halus (Metcalf et al.,
1951).
b. Biologi
Imago mulai kawin saat
berumur 4 hari dan bertelur pertama kali pada umur 5 hari. Telur diletakkan di
sembarang tempat. Apabila imago menemukan butir-butir ketumbar, dengan
ovipositor telurnya diletakkan ke dalam lubang bekas tangkai buah atau ke dalam
lubang gerekan dan retakan lainnya pada permukaan buah ketumbar. Di dalam
sebutir buah ketumbar dapat dijumpai puluhan telur, bahkan ada yang berisi
lebih dari 50 butir. Telur menetas setelah hari ke-7 sampai hari ke-14 atau
berumur 6-13 hari, dengan rerata 9,15 ± 1,37 hari. Daur hidup hama ini dapat
ditentukan yakni selama 55,92 hari (Poerdriesti dkk, 1998).
c. Gejala
Kerusakan
Tanda serangan S. paniceum berupa lubang-lubang pada
butir ketumbar dan isinya kosong, akibat dari serangan imago dan gerekan larva
saat akan keluar dari buah ketumbar. Bau ketumbar menjadi apek dan bentuknya
menjadi tidak menarik. Tingkat kerusakan butir ketumbar mencapai sekitar 80%
(Poerdriesti dkk, 1998).
10. Rizopertha
dominica
Ordo : Coleoptera
Famili : Bostricinidae
Inang : Padi
a. Morfologi
Imago berwarna berwarna
coklat tua hingga hitam. Tubuh berbentuk seperti sulinder dan berukuran panjang
kira-kira 3 mm dan lebar 1 mm, permukaan thorax dan sayap depan (elytra) agak
kasar dan mempunyai bintik-bintik kecil; sedangkan pada pronotum terdapat
tonjolan-tonjolan kecil. Pronotum terlihat menyerupai helm yang menutupi
kepalanya (Rahman dkk, 2012).
b. Biologi
Imago betina bertelur
sebanyak 200 – 300 butir (pada suhu 25°C) dan 400 – 500 butir (pada suhu 34°C).
telur diletakkan secara soliter atau berkelompok di antara bulir gabah dan akan
menetas dalam 2 – 5 hari. Larva bergerak aktif dengan cepat masuk ke dalam
bulir gabah melalui bagian yang rusak atau membuat lubang masuk sendiri.
Setelah sekitar 17 hari larva akan menjadi pupa dan akhirnya berubah menjadi
imago. Metamorfosis perlu waktu lebih lama pada suhu 20°C, sedangkan pada suhu
38°C atau lebih perkembangan pradewasa tidak berlangsung sempurna (Hoffman,
2000).
c. Gejala
Kerusakan
Imago dan larva
merupakan penyebab dominan kerusakan gabah. Larva memakan endosperma dari
dalam, sedangkan imago memakan dari luar dengan gerekan yang tidak beraturan.
Pada serangan berat, kelompok kumbang terlihat pada permukaan karung. Sisa
aktivitas makan berupa serbuk berserakan di antara bulir-bulir gabah yang
mengindikasikan buruknya aerasi gudang. Kondisi tersebut memicu timbulnya jamur
yang dapat menyebabkan kerusakan gabah semakin parah (Hoffman, 2000).
11. Bruchus
spp.
Ordo : Coleoptera
Famili : Bruchidae
Inang : Kacang hijau, Kacang tolo
a. Morfologi
Panjang tubuh sekitar
4-5 mm. B. phaseoli agak bulat dengan
pronotum yang kehitaman dan ukurannya lebih kecil (panjang sekitar 3-4 mm).
Pada kedua sayap depannya terdapat sebuah bintik hitam. Jenis B. ronyeri mempunyai bentuk pertengahan
antara kedua jenis di atas. Baik pada pronotum maupun sayap depan tidak
terdapat bintik atau gambaran lain yang gelap tetapi ditumbuhi oleh
rambut-rambut pendek yang halus. Antenanya agak lain dibanding dengan kedua
jenis di atas. Pada B. ronyeri,
antenanya berbentuk serratus (serate) dengan ukuran kira-kira sama dengan
panjang tubuhnya. Pada sayap depan terdapat flek hitam yang menutupi lebih dari
separuh kedua sayap depan bagian bawah dan di tengahnya terdapat becak putih
yang menyilang (Mangoendihardjo, 1984).
b. Biologi
Hama ini terdapat di
seluruh dunia, terutama di daerah beriklim panas. Imago betina Bruchus meletakkan telur pada permukaan
biji. Produksi telur pada B. chinensis dapat mencapai 150 butir, sedang B.
phaseoli antara 7-58 butir (Mangoendihardjo, 1984).
c. Gejala
Kerusakan
Kerusakan yang
ditimbulkan oleh larva dengan memakan biji kacang. Larvanya terdapat dalam biji
kacang. Infestasi mempengaruhi 30 – 70% komoditas yang diusahakan dengan
rata-rata infestasi mulai dari 0 – 90%. Infestasi berat dari kumbang Bruchus dapat mengurangi kualitas dari
benih kacang tersebut. Larva membuat semacam terowongan di dalam kacang,
meninggalkan jendela membrane benih untuk melarikan diri ketika memasuki fase
imago. Larva mampu mengkonsumsi hampir seluruh isi dari kacang. Benih yang
terserang ringan masih dapat berkecambah, namun rentan akan hama dan penyakit
(Ministry of Primary Industry, 2016).
12. Callosobruchus
chinensis
Ordo : Coleoptera
Famili : Bruchidae
Inang : Kacang Hijau
a. Morfologi
Ukuran tubuh Kumbang
Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis)
memiliki ukuran tubuh yang relative kecil dibandingkan dengan hama gudang
lainnya. Callosobruchus chinensis L.
berbentuk bulat telur sampai cembung. Warna tubuh Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis) berwarna
coklat kehitam-hitaman, sayapnya berwarna kekuning-kuningan. Callosobruchus
chinensis L.warna coklat terdapat pada thoraknya. Kepala Callosobruchus chinensis L. relatif kecil dan bagian belakang
(posteror) abdomen lebih lebar. Satu ruas abdomen terakahir nampak terlihat
seluruhnya atau sebagian. Imago dari hama ini berbentuk bulat telur. Bagian
kepala (Caput) agak meruncing, pada elytra terdapat gambaran agak gelap.
Pronotum halus, elytra berwarna cokelat agak kekuningan. Kaki belakangnya
bergigi dua buah dan bentuk mata seperti tapal kuda. Pada kumbang jantan
mempunyai ukuran tubuh 2,4 mm - 3 mm sedangkan kumbang betina mempunyai ukuran
tubuh 2,76 mm – 3,49 mm. Imago betina dapat menghasilkan telur sampai 700
butir. Telur berbentuk lonjong agak transparan atau kekuning-kuningan atau
berwarna kelabu keputih-putihan. Panjang telur 0,57 mm, berbentuk cembung pada
bagian dorsal, dan rata pada bagian yang melekat pada biji. Larva
Callosobruchus chinensis L. tidak bertungkai, berwarna putih dan pada kepala
agak kecoklatan (Kartasapoetra, 1991).
b. Biologi
Imago Callosobruchus chinensis L.betina dapat
bertelur hingga 150 butir, telur diletakkan pada permukaan produk kekacangan
dalam simpanan dan akan menetas setelah 3-5 hari. Larva biasanya tidak keluar
dari telur, tetapi hanya merobek bagian kulit telur yang melekat pada material.
Larva akan menggerek di sekitar tempat telur diletakkan. Larva selanjutnya
berkembang dalam biji. Sebelum manjadi pupa larva membuat lubang pada biji
untuk keluarnya imago. Stadium larva sekitar dua minggu Lama stadia pupa adalah
4-6 hari. Kemudian pupa berubah menjadi Imago. Imago Callosobruchus chinensis L.mempunyai daur hidup yang pendek, pada
kondisi optimum hanya bertahan paling lama 12 hari (Kartasapoetra, 1991).
c. Gejala
Kerusakan
Hama ini terdapat di
seluruh dunia, terutama di daerah beriklim panas. Imago betina Bruchus
meletakkan telur pada permukaan biji. Produksi telur pada B. chinensis dapat
mencapai 150 butir, sedang B. phaseoli antara 7-58 butir (Mangoendihardjo,
1984). Kerugian yang ditimbulkan hama ini
mencapai 96%. Hama ini memakan kacang-kacangan khususnya kacang hijau
mulai dari merusak biji, memakannya hingga tinggal bubuknya saja, akibatnya
kacang hijau tidak dapat lagi digunakan untuk benih maupun untuk dikonsumsi (Kartasapoetra,
1991).
13. Sitophilus
zeamais
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Inang : Jagung, Gaplek, Buncis
a. Morfologi
Larva dewasa berbentuk
gemuk dan padat, tidak berkaki, berwarna putih dan panjangnya sekitar 4 mm.
Lama stadium larva adalah sekitar 18 hari. Larva kemudian berubah menjadi pupa.
Pupa berkembang di dalam biji, di tempat kosong bekas dimakan larva. Pupa
berwarna putih dan panjangnya 3 sampai 4 mm. Lama stadium pupa adalah 3 sampai
9 hari dengan rata-rata 6 hari (Sukoco, 1998). Imago berwarna coklat kemerahan
dan memiliki bintik-bintik coklat kemerahan yang mem- bentuk corak pada elytra.
Tubuh imago berbentuk lonjong dan berukuran panjang 4 – 4,5 mm dan lebar 1,1 –
1,3 mm. Memiliki moncong dan terda- pat antenna yang berbentuk Lamellate (Rahman
dkk, 2012).
b. Biologi
Sitophilus
zeamais mengalami metamorfosis sempurna (holometabola),
yaitu mulai telur, larva, pupa, imago (serangga dewasa). Telurnya berbentuk
lonjong dengan satu kutub yang lebih sempit. Telur berwarna bening, agak
mengkilap, lunak dan panjangnya 0.7 mm dengan lebar 0.3 mm (Grist dan Lever,
1969). Telur diletakkan satu persatu dengan masa peneluran kurang lebih 3
minggu. Telur dapat diletakkan di semua bagian biji tetapi umumnya diletakkan
di dekat lembaga. Setelah kira-kira 5 sampai 7 hari telur menetas menjadi larva
(Pranata, 1979).
c. Gejala
Kerusakan
Deteksi awal serangan S. zeamais sulit diketahui karena larva
merusak/menggerek bagian dalam biji jagung. Serbuk hasil gerekan larva
bercampur dengan kotoran larva di dalam biji. Jika kerusakannya berat, dalam
satu biji bisa terdapat lebih dari satu lubang gerekan. Salah satu indikasi biji
jagung terserang hama bubuk yaitu bila biji tersebut dimasukkan ke dalam air
maka biji akan terapung. Untuk biji jagung yang disimpan dalam gudang yang
besar, serangan S. zeamais dapat dideteksi melalui peningkatan suhu. Namun,
tanda serangan yang paling mudah diamati adalah adanya imago yang muncul. Biji
jagung yang disimpan selama 5 minggu setelah infestasi dari tiap kilogram biji
akan muncul 100 ekor imago/hari. Nonci et al. (2006) melaporkan bahwa tujuh
galur sintetik jagung yang diinfestasi S. zeamais dan disimpan selama 3 bulan
akan mengalami kerusakan 7,40-57,33% pada germ maupun endosperm, dengan jumlah
turunan F1 rata-rata 12,67-94,33 ekor (Nonci dkk, 2015).
14. Sitophilus
oryzae
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Inang : Beras, Sorghum, Gandum
a. Morfologi
Larva dewasa berbentuk gemuk dan padat, tidak
berkaki, berwarna putih dan panjangnya sekitar 4 mm. Lama stadium larva adalah
sekitar 18 hari. Larva kemudian berubah menjadi pupa. Pupa berkembang di dalam
biji, di tempat kosong bekas dimakan larva. Pupa berwarna putih dan panjangnya
3 sampai 4 mm. Lama stadium pupa adalah 3 sampai 9 hari dengan rata-rata 6 hari
(Subramanyam et al., 1996). Imago
berwarna coklat kemerahan dan memiliki bintik-bintik coklat kemerahan yang membentuk
corak pada elytra. Tubuh imago berbentuk lonjong dan berukuran panjang 4 – 4,5
mm dan lebar 1,1 – 1,3 mm. Memiliki moncong dan terda- pat antenna yang
berbentuk Lamellate (Rahman dkk, 2012). Morfologi kedua hama gudang (S. oryzae dan S. zeamais) dibedakan dari gigi garpunya. Gigi garpu S. oryzae ujungnya tumpul, sedangkan
gigi garpu S. zeamais ujungnya
runcing.
b. Biologi
Imago berumur panjang,
beberapa bulan sampai satu tahun. Setiap betina mampu bertelur lebih dari 150
butir. Telur diletakkan satu per satu dalam lubang yang dibuat oleh imago
betina pada biji yang diserangnya. Telur dilindungi oleh lapisan lilin hasil sekresi
imago betina. Umur 6 hari pada suhu 25°C. Setelah menetas, larva akan segera
memakan biji dan membentuk lubang-lubang gerek. Larva terdiri dari empat
instar. Stadium pupa berada di dalam biji. Imago membuat jalan keluar dengan
cara membentuk lubang besar yang khas. Lama perkembangan S. oryzae antara 35 – 110 hari, tergantung jenis dan mutu biji yang
diserangnya (Wagiman, 2015).
c. Gejala
Kerusakan
Kerusakan yang
diakibatkan serangan Sitophilus oryzae
menyebabkan temperatur beras sesuai bagi perkembangan cendawan tertentu dan
mengakibatkan tidak sesuai untuk dikonsumsi (Ayani, 2007).
15. Dermestes
ater
Ordo : Coleoptera
Famili : Dermestidae
Inang : Tepung Ikan, Ulat Sutra
a. Morfologi
Telur berbentuk bulat,
kecil, dan berwarna putih krem yang nantinya ketika akan menetas berubah
menjadi kuning pucat. Larva berwarna putih susu, namun akan terus berubah
menjadi lebih gelap ketika melewati instar. Larva mengalami 6 instar sebelum
menjadi pupa. Pupa diselimuti oleh kulit larva. Pupa berbentuk oval, berwarna
kuning. Imago berwarna hitam, berukuran panjang 8 mm. Imago memakan pupa yang
mati, benang sutra, dan kulit kokon (Siddaiah et al., 2016).
b. Biologi
Telur menetas pada
dalam waktu sekitar 2 hari pada suhu 35°C dan 6 hari pada suhu 21°C.
Perkembangan larva sekitar 19 hari untuk 6-7 instar pada suhu 35°C dan 50 hari
untuk 7-9 instar pada suhu 21°C. Angka variable instar tergantung pada
faktor-faktor seperti reproduksi, ketersediaan makanan, dan ketersediaan air.
Kelembaban juga merupakan faktor penting dalam perkembangan larva. Pada suhu
suhu 25°C perkembangan larva adalah 50 hari pada kelembaban 80% dan 60-70 hari
pada kelembaban relative 40%. Perkembangan kepompong memakan waktu sekitar 5
hari pada suhu 35°C dan 12 hari pada suhu 21°C. Imago, periode pra-oviposisi
adalah 4 hari pada suhu 30°C dan 33 hari pada suhu 25°C, diikuti dengan
oviposisi 2 bulan. Imago betina meletakkan telur secara independen atau
berkelompok sebanyak 17-25 telur, sedangkan jumlah telur yang diletakkan oleh
imago betina dalam hidupnya berkisar 200-800 telur. Pada suhu 21°C, imago
betina dan jantan dapat hidup sampai 169-173 hari (Bujang et al., 2016).
c. Gejala
Kerusakan
Dermestes
ater
merupakan hama dari komoditas pangan dan non-pangan di seluruh dunia. Kumbang
ini merupakan hama penting pada pabrik pengolahan tepung ikan. D. ater dan D. malculatus merupakan hama utama ikan kering di Zambia dan
industri ikan asin di Indonesia. D. ater merupakan
ancaman serius dalam produksi sutra karena memangsa ngengat dari ulat tersebut
dan kerusakan kepompong karena ulat didalam pupa dimangsa oleh kumbang tersebut
(Bujang et al., 2016).
16. Cylas
formicarus
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Inang : Ubi Jalar
a. Morfologi
Telur C. formicarius
berwarna putih krem, berbentuk oval tak beraturan, berukuran 0,46– 0,65 mm. Larva yang baru menetas
berukuran lebih besar dari telur, tanpa kaki, berwarna putih dan lambat laun
berubah menjadi kekuningan. Larva C. formicarius terdiri atas tiga instar
dengan periode instar pertama 8– 16 hari, instar kedua 2–21 hari, dan instar
ketiga 35–56 hari. Larva instar akhir membentuk pupa pada umbi atau batang,
berbentuk oval, kepala dan elytra bengkok secara ventral. Panjang pupa berkisar
6–6,50 mm. Kumbang yang baru keluar dari pupa tinggal 1–2 hari di dalam kokon,
kemudian keluar dari umbi atau batang. Kumbang C. formicarus menyerupai semut, mempunyai abdomen, tungkai, dan
caput yang panjang dan kurus. Kepala berwarna hitam, antena, thoraks, dan
tungkai oranye sampai cokelat kemerahan, abdomen dan elytra biru metalik
(Nonci, 2005). Supriyatin (2001) juga menyatakan bahwa C. formicarius mempunyai
kepala, abdomen, dan sayap depan berwarna biru metalik, sedangkan kaki dan
dadanya cokelat.
b. Biologi
Siklus hidup C. formicarus memerlukan waktu 1–2 bulan, secara umum 35–40 hari pada musim panas. Generasinya tidak
merata, demikian pula jumlah generasi selama setahun. Di Indonesia, terdapat 9
generasi C. formicarus dalam setahun,
di Florida 6–8 generasi, di Texas 5
generasi, dan di Louisiana Amerika Serikat 8 generasi. Serangga dewasa tidak
berdiapause, tetapi cenderung tidak aktif bila kondisi lingkungan kurang
sesuai. Semua fase pertumbuhan dapat ditemukan sepanjang tahun jika tersedia
makanan yang sesuai (Nonci, 2005).
c. Gejala
Kerusakan
C.
formicarus merupakan kendala utama dalam peningkatan mutu ubi
jalar. Di Kenya, hama ini merupakan kendala kedua. Di Florida, hama ini selalu
ada sepanjang tahun dan dapat menghasilkan 6–8 generasi setiap tahun. Kumbang
dewasa makan, bertelur, dan berlindung pada akar, batang, dan umbi. Kumbang
menyerang epidemis akar atau batang dan permukaan luar umbi dengan cara membuat
lubang gerekan. Larva juga menyerang akar, batang, dan umbi dengan cara yang
sama, tetapi sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang gerekan dengan bau yang
khas. Umbi yang rusak menghasilkan senyawa terpenoid sehingga terasa pahit, dan
tidak dapat dikonsumsi walaupun kerusakannya rendah (Nonci, 2005).
V. KESIMPULAN
Sebagian besar hama gudang merupakan ordo coleopteran
(serangga). hama pasca panen merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam peningkatan produksi. Hasil panen yang disimpan khususnya biji-bijian
setiap saat dapat diserang oleh berbagai hama gudang yang dapat merugikan.
Sedangkan cara untuk mengatasinya dapat melalui cara kimia, biologi, dan
mekanik. Selain itu Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hama gudang adalah serangga hama
yang menyerang tempat-tempat penyimpanan hasil-hasil panen. Umumnya hama gudang
yang sering dijumpai adalah dari golongan Coleoptera.
2. Pada
umumnya morfologi Hama Kumbang terdiri dari Caput, Antena, Alat mulut,
Mata mejemuk, Thorax, Tungkai depan, Tungkai tengah, Tungkai belakang, Abdomen
dan Sayap.
DAFTAR PUSTAKA
Ayani,
2007. Preferensi dan Perkembangan Sitophilus oryzae L. (Coleoptera :Curculionidae) Pada Beberapa
Varietas Beras Aromatik. Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Universitas Brawijaya. Malang. Hal. 23
Bond,
E. J., and H. A. U. Monro. 1961. The
Toxicity of Various Fumigants to the Cadelle, Tenebroides mauritanicus. J Econ Entomol (1961) 54 (3): 451-454.
Borror,
D.J., D.M., De Long and C.A. Triplehorn. 1981. An Itroduction to the Study of
Insect. Saunder Collage Publishing. P.356-549.
Bujang,
S. N. and P. E. Kaufman. 2016. Common Name: Black Larder Beetle, Incinerator Beetle
Scientific Name: Dermestes ater DeGeer (Insecta: Coleoptera: Dermestidae). <http://entnemdept.ufl.edu/creatures/misc/beetles/dermestes_ater.htm>. Diakses pada 26 Februari 2017.
Scientific Name: Dermestes ater DeGeer (Insecta: Coleoptera: Dermestidae). <http://entnemdept.ufl.edu/creatures/misc/beetles/dermestes_ater.htm>. Diakses pada 26 Februari 2017.
Cabrera,
B. J. 2011. Cigarette Beetle, Lasioderma
serricorne (F.) (Insecta: Coleoptera: Anobiidae). J. Entomol. Nematod.
1(3): 1-5.
Dadang,
2006. Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi. Workshop Hama dan Penyakit
Tanaman Jarak (Jatropha curcas Linn.)
Potensi Kerusakan dan Teknik Pengendaliannya. Bogor 5-6 Desember 2006.
Ditjenbun. 2013. Ekologi Hama Pascapanen
(Hama Gudang). <http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-177-ekologi-hama-pascapanen-hama-gudang-.html
>. Diakese pada 25 Februari 2017.
Ditjenbun. 2013. Hama Gudang Araecerus fasciculatus pada Biji Kakao.
<http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-241-hama-gudang-araecerus-fasciculatus-pada-biji-kakao-.html>.
Diakses pada 25 Februari 2017.
Ebeling,
W. 2002. Pests Of Stored Food Products. Urban Entomology. Chapter 7. <www.entomology.ucr.edu/ebeling/ebeling7>. Diakses
pada 25 Februari 2017.
Heri.
P. dan N. Asih. 1995. Menyimpan Bahan Pangan, Penebar Swadaya, Jakarta
Hinton,
H. E. A A. S. Corbet. 1975. Common insects pests of stored products (A guide to
their ideentification). Trustees of fhi British Museum (Natural History).
London.
Hofman, J. E. 2000. The Rice Manual. Frankfurt:
AgrExpo. p 40-41.
Kalshoven, L.
G. E. 1981. Pest of Crops In Indonesia, Revised & Translated by P. A. Van
Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta
Kartasapoetra. A.G. 1991. Hama-hama Tanaman dalam Gudang. Bumi
Aksara Ikhtiar. Jakarta.
Mangoendihardjo, S. 1984. Hama-hama
Pasca Panen. Proyek Pengembangan Kemampuan.
Manueke,
J. 1993. Kajian Pertumbuhan Populasi Sitophilus oryzae dan Tribolium castaneum
dan Kerusakan yang Ditimbulkannya Pada Tiga Varietas Beras. Tesis S2 Program Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Mason, L. J. 2004. Dried Fruit Beetle (Carpophilus hemipterus L.) and Corn Sap
Beetle (Carpophilus dimidiatus L.)
Famili Nitidulidae. <http://www.Extension.entm.purdue.edu.publication.E-229.pdf/>
. diakses pada 24 Februari 2017.
Metcalf,
C. L., and W. P. Flint. 1951. Destructive and Useful Insects. McGraw-Hill. New
York.
Ministry
of Primary Industry. 2016. Look Out for Pea Weevil. New Zealand Government. New
Zealand.
Munro,
J. W. 1986. Pest of Stored. Hutchinson and Co. Ltd. London
Nonci, N. 2005. Bioekologi dan Pengendalian Kumbang Cylas formicarus Fabricius (Coleoptera:
Curculionidae). Jurnal Litbang Pertanian, 24(2): 63-69.
Nonci,
N. dan A. Muis. 2015. Biologi, Gejala Serangan, dan Pengendalian Hama Bubuk
Jagung Sitophilus zeamais Motschulsky
(Coleoptera: Curculionidae). J. Litbang Pert. Vol. 34 No. 2 Juni 2015: 61-70.
Nonci,
N., I.M.J. Mejaya, dan A.H. Talanca. 2006. Ketahanan jagung QPM terhadap bubuk
jagung Sitophilus sp. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Agribisnis
Industrial Pedesaan. Palu.
Poerdiestri,
V., dan F.X. Wagiman. 1998. Kajian Kekhususan Inang Stegobium paniceum (Coleoptera: Anobiidae). Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia (1)4: 73-77.
Pranata,
I. R. 1982. Masalah Susut Akibat Serangan Hama Pascapanen. Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan. Coaching Pengendalian Hama Gudang. Cisama. Bogor.
Rahman,
M. D., M. F. Dien, dan J. E. Mamahit. 2012. Komunitas Serangga Hama pada
Komoditi Jagung di Kecamatan Mootilango, Kabupaten Gorontalo Provinsi
Gorontalo. Eugenia (18) 3:178-186.
Rentikol,
2008. Pengaruh Kadar Air Tembakau Terhadap Perkembangan Lasioderma
serricorne F (Coleoptera; Anobiidae) di Laboratorium.Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Roll,
D. 2009., General Pest Control. Catetory
10A. A Study Guide for Commercial Applicators. Pesticide and Fertilizer
Regulation, Ohio. J. Agric. 3(1): 5253.
Rubio, J.D.,
Bustillo, A.E ., Valelezo, L.F., .Acuna, J. R. dan Benavides. P. 2008.
Alimentary Canal and Reproductive Tract of Hypothenemus hampei (Ferrari)
(Coleoptera: Curculionidae, Scolytidae). Neotropical Entomology 37 (2) :
143-151.
Subramanyam, B., and Hagstrum, D.W.
1996. Integrated Management of Insects in Stored Products. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Suyono, dan D. Sukarna. 1991. Hama
Pascapanen dan Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.
Syarief,
R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta. Penerbit Arcan.
Wagiman,
F. X. 2015. Hama Pascapanen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Zulnayati,
Suzana S., dan Yuswani P., 2004. Patologi Benih dan Hama Pasca Panen. USU
Press. Medan.
Komentar
Posting Komentar